Rabu, 18 Mei 2011

Dimana Mereka Sekarang . . ?

Hidup di lingkungan perkampungan membuat masa kecilku pada era 90-an awal membawaku untuk pada kehangatan masa anak-anak. Sebagai sulung bahkan sempat menjadi anak tunggal tak jarang aku mendapat perlakuan overprotective dari keluarga, namun hal itu tak merusak sosialisasiku dengan kawan sebayaku. Aku tumbuh normal dengan lingkungan yang hangat normalnya anak seusiaku. Aku masih ingat ketika hujan turun, kami justru bermain dengan tengah hujan walaupun untuk itu aku harus diam-diam keluar rumah ketika semua orang rumah sedang istirahat siang. Atau ketika cuaca cerah kami bermain pasir untuk membuat rumah-rumahan. Setelah jadi kami membuat drama bagi pengguni rumah tersebut. Tampak lucu dan konyol jika mengingat masa itu, tapi bukankah hal tersebut bisa dimaknai sebagai pemantik kreativitas.?

Semasa kecil, aku merasa waktu bermainku lebih dari cukup. Ketika SD kelas satu dan dua aku pulang jam sepuluh, selanjutnya aku pulang jam dua belas. Normal bukan ? pulang sekolah bersama teman sebaya yang juga tetangga sekitar rumah aku bermain. Beragam permainan tradisional  pernah kurasakan. I’m not a good player. Mungkin lebih seringnya aku hanya pemain pelengkap. Sederet permainan itu bernama: gedre’, nekeran, betengan, bekelan, baksodor, dakon, jamuran, enthek, loncatan, omah-omahan, pasasaran dan masih banyak lagi pernah kurasakan. Sebenarnya jenis permainana di masing-masing daerah sama yang membedakan hanya istilah nama saja.
Tapi dimanakah mereka kini . . ?
Aku masih tinggal di rumah yang sama, tapi pemandangan itu tak pernah ku jumpai lagi. Dulu tak jarang kami medapat marah dari mbahkung ku, karena berisik. Lingkungan rumahku pun telah berubah. Tiada lagi aktivitas anak-anak di luar rumah. Kami memang telah tumbuh dewasa, tapi generasi di bawah kami tak merasakan nikmatnya bermain di panas terik. Bahkan adeku yang selisih delapan tahun dari aku lebih asyik baca komik daripada bermain di luar. Tak bisa disalahkan karena waktunya habis di sekolah. Ketika SD dulu dia dari jam tujuh hingga jam tiga di sekolah, waktunya habis di sekolah. Cukup melelahkan memang untuk ukuran anak seumuran itu. Transformasi yang nampak jelas di sekitarku.
Pemandangan kontras ku temukan beberapa waktu lalu ketika aku jalan bersama teman di salah satu mall di Jogja. Di lift kami bertemu ibu dan anaknya -mungkin masih SD kelas awal-. Melihat hal tersebut, Kami berdua hanya bisa bilang: "Busyeeet . . !!! anak jaman sekarang, kecil-kecil peganggnya iPad”. Geli juga sich, aku baru penggang notebook ketika semester empat –meskipun apa dikata, sekarang I’m a gadget addicts, bukan suka gonta-ganti lho, tapi seolah hampa ketika sehari gak ketemu bersamai oshi ‘nama notebook yang jadi soulmate-ku’. Untung kalau sama hape aku gak begitu hiperaktif. Sebenarnya dipaksa gak aneh sich liat anak umur segitu pegang iPad, bagaimana tidak setiap hari melihat iklan  susu bayi dan anak saja yang memvisualasasi anak aktif dan nampak terbiasa dengan teknologi modern. Seperti itukah gambaran anak Indonesia jaman sekarang? Lalu dimanakah sederat nama permainan di atas.? Mereka edang bermetamorfosiskah.? Who know’s. ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar