Rabu, 18 Mei 2011

Letter to Van Orange


Yang teringat ketika menyebut nama belanda adalah tokoh antagonis dalam imprialisme akibat perang dunia. Yaaaa, karena materi sejarah ketika sekolah dulu selalu mengatakan bahwa belanda adalah penjajah telah menduduki  Indonesia selama sekian ratus tahun.  Terlepas dari hubungan buruk tersebut, tulisan ini merupakan sebuah surat untuk Meneer en Mevrouw di Negeri Van Orange.

Hai Meneer. . .,  

Tidakah kau ingat apa saja hal baik yang telah kau wariskan kepada negeri kami? Bangunan peninggalanmu sampai saat ini masih berdiri kokoh. Jaringan rel kereta api pun saat ini masih beroprasi dengan baik. Bahkan produk hukum peninggalanmu masih kami gunakan sampai saat ini. Ingatkah, kau meninggalkan hasil jadi, tanpa kami tahu bagaimana cara membuatnya. Negeri kecilmu nun jauh disana memang telah bersinar. Sederat predikat dunia telah kau sandang, mualai dari: The First Happiest Living11th Best Country for Live,  8 th Quality of Education, dan masih banyak lagi.
 Sejauh  yang aku tahu, membangun sebuah negara di mulai dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Salah satu cara yang bisa di tempuh adalah bagaimana peningkatan kualitas pendidikan, karena dalam prespektifku ketika pendidikan tersebut telah baik maka akan berpengaruh terhadap aspek pendukung lainnya sehingga mampu menjadi sebuah Negara Welfare state. Ketika aku berbincang tentang welfare state untuk saat ini di Indonesia, mungkin terlalu jauh dari jangkauan, namun setidaknya aku memiliki keinginan untuk membangun negeriku sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Yaa, aku dulu belajar tentang membangun masyarakat melalui pemecahan masalah yang  dihadapi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi mereka. Setidaknya memunculkan gagasan sebagai bentuk upaya untuk peningkatan standar kualitas hidup. Selang waktu berjalan aku berkenalan dengan salah satu komunitas interdisipliner dikampus, dimana dalam komunitas tersebut aku belajar untuk mengawinkan antara aspek sosial dan penggunaan teknologi tepat guna untuk membangun sebuah masyarakat. Minat tersebut yang kemudian membawaku untuk melirik negeri Van Orange, dimana kedepan aku berharap bisa menimba ilmu disana.
Kenapa Belanda.?

Mevrouw. . . ,

Negerimu memang kecil, tapi kaya. Kaya akan beragam ilmu. Kincir anginmu telah mencuri perhatianku. Mungkin kincir itu nampak sederhana, tapi dimataku kincir angin merupakan sesuatu yang luar biasa. Teknologi ini mampu mengolah barang tanpa nilai ekonomi (angin) menjadi sebuah energi yang bermanfaat bagi masyarakat, baik itu untuk proses industri dan pertanian. Contoh untuk proses industri antara lain:  sawmill (kincir angin yang digunakan untuk menggergaji), cornmill (kincir untuk menggiling jagung). Selain itu dalam berkembangaannya kincir-kincir tersebut menjadi obyek wisata bahkan menjadi icon belanda yang terkenal sebagai negeri kincir.
Tiga bulan yang lalu aku berkunjung disalah satu pantai di daerah selatan Jogja dimana disana mulai dikembangkan kincir angin sebagai teknologi tepat guna untuk membangun masyarakat pesisir disana, meskipun saat ini blum nampak dampaknya secara langsung, tapi bukan tidak mungkin kedepan akan berpengaruh baik bagi masyarakat disana. Pesisir Indonesia pun luas, bukan tidak mungkin kedepan hal serupa aku muncul di berbagai tempat yang memiliki kualifikasi serupa.



Hey Meneer & Mevrouw  
Bolehkah aku berkunjung ke negerimu dan “mencuri ilmu” untuk membangun negeriku . . .?

Bahan Bacaan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar